Minggu, 20 Mei 2018

PINJAMAN (ARIYAH)


PINJAMAN (ARIYAH)

A.    PENGERTIAN ARIYAH
Menurut etimologi, ariyah adalah (العَرِيَة) diambil dari kata (عَرَ) yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat, ariyah berasal dari kata (التعور) yang sama artinya dengan (التنول اوالتنوب) (saling menukar dan mengganti) yakni dalam tradisi pinjam meminjam.
Menurut terminology syara’ ualam fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan antara lain:
a.       Menurut Syarkhasyi dan ualama Malikiyah:
تمليك المنفعة بغيرعوض
Artinya: “Pemilikan atas manfaat (suatu benda tanpa pengganti)
b.      Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah:
اباحة المنفعة بلا عوض
Artinya: “Pembolehan (untuk mengambil) manfaat tanpa mengganti”
Akad ini berbeda dengan hibah, karena ariyah dimaksudkan untuk mengambil manfaat dari suatu benda, sedangkan hibah mengambil zat benda tersebut. Pengertian pertama memberikan makna kepemilikkan sehingga peminjam dibolehkan untuk meminjamkan kepada orang lain. Adapun pengertian kedua memberikan makna kebolehan, sehingga peminjam tidak boleh meminjamkan kembali barang pinjaman kepada orang lain.

B.     DASAR HUKUM ARIYAH
1.      Dasar Hukum Ariyah
Menurut kebiasaan, ariyah dapat diartikan dengan 2 cara yaitu:
|  Secara Hakikat
Ariyah adalah meminjamkan barang yang dapat diambil manfaatnya tanpa merusak zatnya. Menurut Malikiyah dan Hanafiyah, hukumnya adalah manfaat bagi peminjam tanpa ada pengganti apapun, atau peminjam memiliki sesuatu yang semaksa dengan manfaat menurut kebiasaan. Al-Kurkhi, ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ariyah adalah kebolehan untuk mengambil manfaat dari suatu benda. Dari perbedaan pandangan diatas, dapat ditetapkan bahwa menurut golongan pertama, barang yang dipinjam (musta’ar) boleh dipinjamkan kepada orang lain, bahkan menurut Imam Malik sekalipun tidak diizinkan oleh pemiliknya asalkan digunakan sesuai fungsinya. Akan tetapi, ulama Malikiyah melarangnya jika peminjam tidak mengizinkannya. Dengan demikian, peminjam berkuasa penuh untuk mengambil manfaat barang tersebut, baik oleh dirinya maupun orang lain. Golongan pertama dan kedua sepakat bahwa peminjam tidak memiliki hak kepemilikkan sebagaimana pada gadai barang. Dengan demikian, peminjam tidak memiliki hak kepemilikkan sebagaimana pada akad lazim sebab hal itu akan mengubah tabiat ariyah. Selain itu, peminjam pun tidak boleh menyewakannya.
|  Secara Majazi
Ariyah secara majazi adalah pinjam meminjam benda-benda yang berkaitan dengan takaran, timbangan, hitungan dan lain-lain, seperti telur, uang dan segala benda yang dapat diambil manfaatnya, tanpa merusak zatnya. Ariyah pada benda-benda tersebut harus diganti dengan benda yang serupa atau senilai. Dengan demikian, walaupun termasuk ariyah tetapi merupakan ariyah secara majazi, sebab tidak mungkin dapat dimanfaatkan tanpa merusaknya. Oleh karena itu, sama saja antara memiliki kemanfaatan dan kebolehan untuk memanfaatkannya.

C.    RUKUN DAN SYARAT ARIYAH
1.      Rukun Ariyah
Ulama Hanafiyah berpendapat habwa rukun ariyah hanyalah ijab dari yang meminjamkan barang, sedangkanb qabul bukan merupakan rukun ariyah.
Menurut ulama Syafi’iyah, dalam ariyah disyaratkan adanya lafazh shignat akad, yakni ucapan ijam dan qabul dari peminjam dan yang meminjamkan barang pada waktu transaksi sebab memanfaatkan milik barang bergantung pada adanya izin.
Secara umum, jumhur ulama fiqih menyatakan bahwa rukun ariytah ada 4 yaitu:
1)      Mu’ir (peminjam)
2)      Musta’ir (yang meminjakan)
3)      Mu’ar (barang yang dipinjam)
4)      Shignat, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
2.      Syarat Ariyah
Ulama fiqih mensyaratkan dalam akad ariyah sebagai berikut:
1)      Mu’ir berakal sehat
2)      Pemeganagn barang oleh peminjam
3)      Barang (musta’ar)
Para ulama telah menetapkan bahwa ariyah dibolehkan terhadap setiap barang yang dapat diambil manfaatnya dan tanpa merusak zatnya. Diharamkan meminjam senjata dan kuda kepada musuh, juga diharamkan meminjamkan Al-Quran atau yang berkaitan dengan Al-Quran kepada orang kafir. Juga dilarang meminjamkan alat berburu kepada orang yang sedang ihram.

D.    PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG STATUS BARANG PINJAMAN DALAM ARIYAH
Dalam hal ini para ulama‟ fiqih ada sedikit perbedaan dalam menafsirkan „ariyah, tetapi maksud dan tujuannya tetap sama yaitu tolong menolong dalam hal pinjam meminjam barang untuk diambil manfaatnya. Berikut pandangan „ariyah menurut ulama‟ fiqih tersebut:
|  Menurut Hanafiyah, pinjaman adalah memberikan hak memiliki manfaat secara cuma-cuma.
تمليك المنا فع مجانا  
“Memiliki manfaat secara Cuma-cuma” Sebagian ulama mengatakan bahwa „Ariyah adalah “membolehkan” bukan “memberikan hak milik”. Pendapat ini tertolak dari dua segi, yaitu:
1.      Bahwa perjanjian untuk meminjamkan itu dianggap sah dengan ucapan memberikan hak milik, tetapi tidak sah dengan ucapan membolehkan kecuali dengan tujuan meminjam pengertian memberikan hak milik.
2.      Bahwasannya orang yang meminjam boleh meminjamkan sesuatu yang ia pinjam kepada orang lain jika sesuatu tersebut tidak akan berbeda penggunaannya dengan perbedaan orang yang menggunakan baik dari segi kekuatan atau kelemahannya. Seandainya meminjamkan itu hanya membolehkan, maka orang yang meminjam tidak sah meminjamkan kepada orang lain.
|  Menurut Malikiyah pinjaman adalah
تمليك  منفعة مؤقتة ل بعوض
“Memiliki manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa imbalan” Jadi jika mengikuti pendapat Malikiyah ariyah didefinisikan lafazhnya berbentuk masdar dan itu merupakan nama bagi sesuatu yang dipinjam. Maksudnya adalah memberikan hak memiliki manfaat yang sifatnya temporer (sementara waktu) dengan tanpa ongkos. Contoh: meminjamkan/memberikan hak memiliki manfaatnya motor (suatu benda) ditentukan waktunya dengan tanpa ongkos. Atau manfaat bajak untuk membajak tanah pada masa yang ditentukan. Maka pemberian hak memiliki manfaat tersebut dinamakan „ariyah (meminjamkan).
|  Menurut Syafi‟iyah, pinjaman adalah membolehkan mengambil manfaat dari orang yang mempunyai keahlian melakukan derma dengan barang yang halal diambil manfaatnya dalam keadaan barangnya masih tetap utuh untuk dikembalikan kepada orang yang melakukan kesukarelaan.
ابا حة الانتفاع من شخص فيه اهلية التبرع بمايحن الانتفاع به مع بقاء عينه ليرده على المتبرع
Kebolehan mengambil manfaat dari seseorang yang
membebaskannya, mungkin untuk dimanfaatkan, tetapi barang yang
dipinjamkan dapat dikembalikan kepada pemiliknya”.
|  Menurut Hanabilah (Hambali) „Ariyah adalah barang yang dipinjamkan, yaitu barang yang diambil dari pemiliknya atau pemilik manfaatnya untuk diambil manfaatnya pada suatu masa tertentu atau secara mutlak dengan tanpa imbalan atau ongkos.
ابا حة نفع العين بغيرعوض من المستعيراوغيره
“Kebolehan memanfaatkan suatu barang tanpa imbalan dari
peminjam atau yang lainnya.”
|  Ibnu Rif‟ah, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pinjaman adalah: „Ariyah adalah barang yang dipinjamkan merupakan barang yang halal dan dapat diambil manfaatnya oleh peminjam dan barang tersebut dapat dikembalikan lagi kepada pemiliknya.
اباحة الانتفاع بما يحل الانتفاع به مع بقاء عينه ليرده
“Kebolehan mengambil manfaat suatu barang yang halal, serta
zatnya dapat dikembalikan”
|  Menurut al-Mawardi yang dimaksud dengan pinjaman adalah : „Ariyah adalah setiap sesuatu yang meberikan manfaatmanfaat kepada orang lain.
هبةالمنافع
“Memberikan manfaat-manfaat”. Barang pinjaman kalau hilang atau rusak, menjadi tanggungan orang yang meminjam dengan harga pada hari rusaknya. Pinjaman ini wajib dikembalikan kepada orang yang meminjamkan, sabda Nabi SAW:
Dari Abu Hurairah ra: Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: "Tunaikanlah/kembalikanlah barang amanat kepada orang yang memberimu amanat dan janganlah berkhianat kepada orang yang menghianatimu." (Riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud).

E.     PERBEDAAN ANTARA PINJAMAN DENGAN HUTANG
Dalam bahasa Arab istilah pinjaman adalah berasal dari kata pinjam atau Ariyah. Pinjaman sendiri berarti sebagai suatu harta atau benda yang dipinjamkan kepada orang lain untuk diambil manfaatnya. Tetapi pinjaman tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya dalam keadaan utuh dan dengan melalui proses pinjam meminjam, pinjaman ini bisa dikembalikan tidak dibatasi waktu atau bisa dibatasi waktu. Jika barang pinjaman hilang atau rusak, maka yang akan bertanggung jawab adalah si peminjam.  Benda yang dapat dipinjam adalah benda yang dipinjam dengan mengambil manfaat yang ada dengan tanpa merusak zat benda tersebut. Barang yang boleh dipinjam itu harus barang yang sifatnya tidak mudah berubah atau tetap. Misalnya kendaraan seperti motor, mobil dan benda-benda lainnya.
Sedangkan untuk pengertian hutang adalah akad yang dilakukan untuk memberikan suatu benda atau barang dengan perjanjian akan dibayar kembali dalam jumlah dan nilai yang sama. Misalnya seseorang meminjam uang sebesar Rp30.000 maka yang wajib dikembalikan nilanya adalah tetap Rp30.000.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar